Penentuan pH optimum Suatu Organisme
Sebagian organisme memiliki rentan pH optimum yang cukup sempit. Penentuan pH optimum untuk setiap species harus ditentukan secara empirik. Sebagian besar organisme (neutrofil) tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0, meskipun ada pula (asidopil) yang memiliki pH 10,5. Mikroorganisme mengatur pH internalnya terhadap rentang nilai pH eksternalnya yang cukup luas. Organisme asidofil mempertahankan pH internal kira-kira 6,5, dengan pH eksternalnya berkisar antara 1,0 – 5,0. Organisme neutrofil mempertahankan pH internal kira-kira 7,5, dengan pH eksternal sekitar 5,5 – 8,5 dan organisme alkalofil mempertahankan pH internal kira-kira 9,5 dengan pH eksternal 9,0 – 11,0. pH internal diatur oleh rangkaian sistem pengangkutan proton berpangkat ATP primer dan penukaran Na+ / H+. Sistem pertukaran K+ / H+ diduga juga ikut mengatur pH internal pada organisme neutrofil (Brooks dkk, 1994).
Di antara semua ion, ion H+ dan OH- adalah ion-ion yang paling penting, oleh sebab itu perubahan kadar yang kecil saja sudah menimbulkan pengaruh yang besar. Karena alasan ini adalah amat penting untuk menggunakan nilai pH awal yang optimum dan mempertahankannya sepanjang pertumbuhan.
Kebanyakan organisme hidup paling baik, kalu kadar ion H+ dan ion OH- sama (pH=7). Banyak bakteri mengutamakan nilai pH yang lenih tinggi, jadi lingkungan yang basa lemah, seperti misalnya penitrifikasi, Rhizobium, Actinomyceten, bakteri pengurai ureum. Hanya sedikit yang tahan asam atau bahkan asidofil. Cendawan-cendawan mengutamakan nilai pH rendah; jika media biak dengan berbagai pH ditanam dengan tanah, maka pada pH 5,0 yang berkembang terutama cendawan, sedangkan pada pH 8,0 terutama bakteri (Schlegel, 1994).
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhluk-makhluk hidup, yaitu, mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 1985).
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen–agen patogen.
Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen–agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang berakibat kematian atau mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).
Bahan-bahan kimia yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik adalah bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang, sedangkan bakterisidal dan fungisidal adalah bahan-bahan kimia yang dapat membunuh bakteri atau kapang.
Berbagai logam, asam, halogen, alkohol, fenol, deterjen dan antibiotika mempunyai efek antimikroba yang dipergunakan dalam industri pengolahan bahan pangan atau desinfeksi dan sanitasi alat-alat pengolahan dan ruangan-ruangan pabrik atau kadang-kadang sebagai bahan yang ditambahkan dalam bahan pangan sebagai zat pengawet.
Kerja dari bahan-bahan kimia antimikroba ini dapat bersifat khas yaitu hanya efektif pada jenis-jenis mikroorganisme tertentu. Sebagai contoh antibiotika jenis penisilin dan tetrasiklin hanya dapat membunuh bakteri tetapi tidak membunuh khamir atau kapang. Beberapa bahan yang bersifat spektrum luas seperti hipoklorit dapat mematikan lebih banyak mikroorganisme. Evektivitas dari setiap bahan antimikroba ini tergantung pada jumlah yang digunakan, waktu penggunaan dan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti pH (Buckle, 1985).
HUJAN ASAM
[7/1/2009]
Hujan asam didefinisikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang. Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri di Inggris). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar adalah deposisi asam.
Deposisi asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk surful dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.
Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.
Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran bahan bakar fosil (BBF), peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).
Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara ,40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas.Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox yang terbentuk.
Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida tersebut.
Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mengering bersama debu atau partikel lainnya.



